TINDAK pidana kriminal yang meresahkan masyarakat
kini semakin merajalela. Perampokan, pencurian dan peredaran narkoba sudah
terang-terangan dilakukan. Tidak memandang waktu, dimana ada kesempatan kejahatan
itu terjadi. Sepertinya, setiap sudut kota
sudah diintai oleh pelaku kejahatan. Orang yang sedang beli
rujak saja sudah
diintai perampok, apalagi di tempat-tempat strategis lainnya. Seperti dialami
seorang warga bernama Putik Sari Ningsih yang dirampok saat membeli rujak di
kawasan Jalan Bilal Ujung Medan. Beruntung aksi perampokan itu berhasil
digagalkan warga setelah tersangkanya dibekuk massa.
Dalam kejadian itu, dua pelaku perampokan babak
belur dihajar massa.
Sepeda motor pelakupun jadi sasaran amuk warga hingga hangus dibakar. Sehari
sebelumnya pelaku perampokan kritis diamuk warga dan sepeda motornya juga
dibakar.
Melihat dua peristiwa itu dengan akhir penyelesaian
kasus dengan menganiaya pelaku dan membakar sepeda motor, merupakan sinyal yang
disampaikan masyarakat atas menurunnya kepercayaan terhadap penegakan hukum.
Sehingga yang diberlakukan masyarakat adalah "hukum rimba".
"Darah harus dibayar dengan darah". Hal lain adalah gambaran
hilangnya rasa belas kasih terhadap orang lain. Budaya saling menyayangi dan
menghargai orang lain yang diwariskan oleh para leluhur sudah mulai luntur.
Banyak persoalan di Sumatera Utara (mungkin juga di seluruh Indonesia)
membuat masyarakat apatis. Mulai dari persoalan penegakan hukum yang tidak
adil, ekonomi, sosial budaya, hingga kebijakan-kebijakan yang tidak populis.
Masyarakat merasakan hak-haknya terabaikan. Ironisnya terus terjadi
pembiaran. Aparat penegak hukum bekerja seakan-akan hanya mengejar target.
Polisi lalu lintas targetnya hanya bagaimana surat tilang habis, tanpa ada usaha
pembinaan agar masyarakat patuh terhadap peraturan lalu lintas. Begitu juga
terhadap pemberantasan narkoba terkesan hanya sebatas mengejar angka, tapi
sisi lain ada yang sengaja dipelihara. Masih ada pelaku kejahatan yang dianak
emaskan sehingga penyelesaian hukumnya terkesan diperlambat. Akankah
persoalan ini terus dibiarkan - Kalau jawabannya "ya" maka jargon
"Ini Medan Bung" adalah benar adanya. Tapi kalau jawabannya
"tidak" maka pengalihan jargon "Ini Medan Bung" menjadi
"Ini Baru Medan" akan terwujud. Karena "Ini Medan Bung"
mengesankan kebebasan tanpa batas dan menggambarkan image tidak baik dengan
artian "semua bisa dilakukan".
Menarik benang kusut ini harus dilakukan secara bersama-sama. Ada sinergi yang
dibentuk oleh seluruh pemangku kepentingan dan didukung sepenuhnya oleh
pemerintah. Harus ada gerakan untuk saling merasakan yang tujuannya adalah
untuk menguatkan seluruh elemen masyarakat yang ada. Memang tidak semudah
membalikkan telapak tangan, namun bukan berarti tidak bisa dilakukan.
Kehadiran pemimpin (gunernur/walikota) yang memiliki ide-ide cemerlang sangat
dinantikan oleh masyarakat. Jangan biarkan rasa apatis itu tumbuh di
tengah-tengah masyarakat. Gubernur, Walikota, Kapolda, Kapoltabes, hingga
jajaran pemerintahan yang paling bawah harus punya satu langkah untuk
memperbaiki keadaan. Pluralisme yang kerap didengung-dengungkan sebagai
kekuatan untuk membangun Sumatera Utara jangan hanya sebatas selogan saja.
Mari buktikan dengan perbuatan yang menggambarkan masyarakat yang tertib,
santun dan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan budaya. Pemerintah jangan
malah larut dengan keadaan. Karena semua masih bisa diperbaiki.
Main hakim sendiri dalam menyelesaikan permasalahan harus segera
dihentikan.Beri kepercayaan kepada masyarakat bahwa hukum itu adalah panglima
dalam memutus perkara. Penjahat juga manusia yang mempunyai hak perlindungan
hukum. Tidak musti dibakar hidup-hidup hanya karena menjambret ratusan ribu
rupiah. Kepercayaan itu akan diyakini masyarakat mana kala pemerintah dan
aparat penegak hukum juga bisa menunjukkan kalau hukum tetap berpihak kepada
kebenaran, bukan karena bayaran. Sebaliknya, jika pemerintah dan aparat
penegak hukum bermain-main dengan hukum yang ada, maka jangan pula banyak
berharap masyarakat untuk hidup tertib dan taat kepada hukum. Justru yang
akan lahir adalah bentuk-bentuk perlawanan sesuai dengan caranya
masing-masing. Mari bersama-sama kita junjung hukum itu sebagai panglima,
jangan ada lagi tebang pilih dan pembiaran terhadap pelanggaran hukum.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar